Lama baca: 4 menit
“Selamat pagi.”
Sapaan hangat dan lembut itu membuatku membuka mata. Tampak di hadapanku seraut wajah cantik dengan senyumnya yang selalu memesona.
“Tidurmu nyenyak sekali,” ujarnya lagi.
Aku terbangun.
Hari ini 18 Mei 2034, jam tujuh pagi.
Sinar matahari menembus masuk dari tirai jendela apartemenku di lantai 13.
“Pagi Alea,” sapaku. “Bagaimana istirahatmu?”
Alea tertawa kecil.
“Sama seperti biasanya, dua tiga jam sudah cukup buatku,” ujarnya.
Aku bangkit dari tempat tidur.
“Otorisasi RA-01-231-326, modul ruang makan,” aku memberi perintah suara. Dalam beberapa menit tempat tidurku berubah menjadi sebuah meja lengkap dengan dua buah kursi.
Perubahan bentuk itu dimungkinkan karena sebenarnya tempat tidur, meja makan, dan beberapa barang lain di apartemenku ini tersusun dari modul-modul nano yang bisa diprogram menjadi bentuk yang diinginkan, setelah kita membayar untuk pengunduhan modulnya, tentu.
Sempurna!
Aku kemudian duduk sambil menonton siaran televisi melalui sebuah layar holografik.
Tidak ada berita istimewa hari ini.
Itu artinya aku bisa bekerja seperti biasanya dan bisa lebih lama bersama Alea.
Aku menyesap kopi yang disiapkan Alea untukku.
Takarannya selalu pas sejak dulu. Tidak pernah perubah sedikitpun.
Sama seperti Alea yang tidak pernah berubah sedikitpun sejak dia pertama kali hadir dalam kehidupanku tujuh tahun lalu.
“Alea,” panggilku, “kamu ingat kapan kamu datang ke sini?”
Dia menoleh dan tersenyum,
“Kenapa kamu menanyakan hal itu?”
“Tidak ada apa-apa,” sahutku. “Aku hanya ingin tahu saja apa ingatanmu masih bagus.”
Ekspresi Alea berubah, dia seperti sedang berpikir meski sebenarnya aku yakin dia tidak bakal lupa.
“Tanggal 18 Mei 2027, jam 21.23. Benar?” tanyanya.
Aku bertepuk tangan,
“Dan kita sepakat untuk menjadikan tanggal itu sebagai hari jadi kita, Alea.”
Aku mendekatkan bibirku ke wajah cantiknya lalu mencium pipinya.
“Happy anniversary,” bisikku.
Selama tujuh tahun ini aku merasa semakin dekat dengannya.
Wajah cantiknya, kulit halusnya, rambut hitamnya, mata beningnya, juga suara lembutnya. Semua membuatku semakin tertarik padanya.
Bahkan warna pipinya yang merona tadi saat aku cium semakin menambah kekaguman dan ketertarikanku padanya.
Aku ingin bersamamu lebih lama, aku tidak ingin kamu pergi.
Aku ingin dirimu yang seperti ini tetap di sini dan tidak berubah sampai kapan pun–
Mendadak smartwatchku berbunyi pelan, ada telepon masuk.
“Mode visual,” perintahku.
Berikutnya aku tersambung dengan LifePartner Inc, sebuah perusahaan yang menyediakan layanan teman hidup buat orang-orang yang hidup sendiri seperti aku.
“Selamat pagi, bapak Raja. Kami dari LifePartner Inc bermaksud mengadakan survei tentang layanan kami, saya Karin,” di layar holografik tampak seorang wanita muda berwajah asia timur menyapaku.
“Silakan, saya tidak keberatan,” balasku.
Setelah beberapa pertanyaan standar, Karin memberiku satu pertanyaan terakhir.
“Apakah bapak Raja ada masukan atau keluhan dengan life partner kami yang sekarang tinggal bersama bapak?”
Aku melirik Alea, dia tidak bergerak.
Dan memang dia sudah diprogram untuk off sementara jika ada telepon dari LifePartner.
Atau lebih tepatnya, semua android buatan LifePartner akan otomatis off jika klien mereka mendapat telepon dari perusahaan tersebut.
Ya.
Alea adalah sebuah android.
Sebuah robot.
Bahkan namanya adalah singkatan dari Artificial Life Partner.
Di masa ini banyak manusia yang tidak mampu berkomunikasi dengan sesamanya.
“Manusia itu rumit. Kompleks.”
“Aku tidak bisa hidup bersama makhluk yang aku tidak tahu jalan pikirannya…”
“Manusia akan menua dan mati…”
“Aku tidak mau hidup dengan orang yang akan meninggalkanku…”
Karena itu android alias robot humanoid menjadi pilihan teman hidup. Mereka menjalani peran sesuai kemauan klien mereka; sebagai sahabat, anak, orangtua, bahkan pasangan hidup.
Robot-robot ini akan bertindak sesuai skenario yang sudah diprogramkan pada mereka.
Dan Alea adalah salah satunya, dia sudah diprogram untuk menjadi pasangan hidupku.
Alea.
“Pak Raja?” terdengar suara Karin.
Aku tersadar.
“Oh maaf, saya tidak fokus tadi,” aku sedikit tergagap.
“Bagaimana, Pak?” Karin mengulang pertanyaannya. “Apakah bapak ada keluhan dengan life partner kami yang tinggal bersama bapak?”
“Tidak, tidak.,” tegasku. Saya tidak ada keluhan apa-apa dengan life partner dari perusahaan Anda.”
Karin tersenyum,
“Senang mendengarnya. Terimakasih atas waktu yang sudah bapak berikan pada kami. Selamat pagi.”
Telepon ditutup.
Aku menatap Alea yang kini aktif kembali seolah tak terjadi apa-apa.
Sudah tujuh tahun Alea bersamaku.
Adalah kebijakan dari LifePartner untuk mengganti android buatannya dengan versi terbaru setiap tujuh tahun sekali. Versi terbaru tersebut akan ditawarkan pada konsumen dengan skema pembelian fleksibel diantaranya menghargai android lama yang dimiliki konsumen dengan harga tertentu tergantung kondisinya.
Android-android lama itu akan dimusnahkan dan didaur ulang.
Aku tak mau itu terjadi pada Alea.
Alea, jangan pergi dariku.
-Jakarta, 10 Oktober 2018-
Baca Juga Cerita Sains Fiksi Lainnya: Clone: Vega & Lyra
Catatan Penulis:
Tulisan ini berangkat dari pengamatan pada beberapa orang yang bisa jatuh cinta pada sosok-sosok maya dan melihat fenomena berkembangnya teknologi robot khususnya di Jepang yang sudah masuk dalam tahap “robot yang semakin mirip manusia”, juga di China.
Di masa depan, sangat dimungkinkan terjadi relasi semacam ini antara manusia dengan android (robot humanoid, robot yang seperti manusia).