Lama baca: 5 menit
Hari ini tanggal 28 Juli 2038.
Pintu masuk Galeri Nasional berdesir halus.
Aku bergegas ke dalam kemudian sejenak menyesuaikan diri dengan sejuknya pendingin udara di ruangan galeri tersebut.
Fyuhh, akhirnya.
Panasnya hari ini…
Dari balik pintu kaca, aku melihat ke luar galeri. Deretan pohon sintetis raksasa berjajar rapi melaksanakan tugasnya menyerap karbondioksida dan membuangnya ke perut bumi.
Tingkat polusi di kota ini memang sudah sangat tinggi, saking tingginya bahkan pohon alami saja tidak tahan dan banyak yang mati. Karena itu pemerintah kota kemudian menebang pohon-pohon tersebut dan menggantinya dengan pohon buatan dari bahan alumunium.
Peristiwa itu terjadi 8 tahun lalu.
“Selamat datang kembali, Bapak Andre,” terdengar satu suara menyapaku. Suara yang sangat familiar.
Aku menoleh ke arah sumber suara.
Sesosok wanita menghampiriku dengan senyumnya yang ramah dan profesional.
“Selamat siang, Julia,” sapaku.
Sosok dalam balutan blazer hitam itu kembali tersenyum.
“Selamat siang, Bapak Andre. Ini kunjungan Bapak yang ketujuh kalinya dalam bulan ini. Nampaknya pameran seni tentang sejarah vegetasi di Bumi sangat menarik minat Bapak,” ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan sedikit menundukkan kepala sebagai ucapan selamat datang padaku. Ia lalu memanduku memasuki ruang utama Galeri Nasional.
Selama empat puluh menit ia memberi penjelasan singkat tentang materi-materi yang dipamerkan. Aku hanya mengangguk-angguk dan sesekali bertanya detail sambil memandang wajah pemanduku itu.
Sungguh aku tak pernah bosan memandang wajahnya.
Dialah alasanku berkunjung kemari sepulang kerja – sebagai pengembang aplikasi.
Dan sekeping memoriku menyeruak saat melihatnya.
Selalu.
“Bagaimana, Bapak Andre? Apakah ada pertanyaan lagi?”
Aku tak menghiraukan pertanyaan Julia.
Aku hanya menatapnya tanpa berkedip.
“Bapak Andre?” tanya Julia lagi.
“Hmm…,” aku menggumam sebentar, “Aku memang punya beberapa pertanyaan tapi aku ragu apa kau bisa menjawabnya.”
“Baik, Bapak,” Julia sedikit bergeser. “Mungkin panduan standar ini bisa membantu.”
Terlihat Julia menggerakkan tangannya seperti mengakses menu di bentangan layar holografik. Pendar-pendar cahaya sedikit menunjukkan bahwa ruangan ini dilapisi kaca. Seluruh ruangan di galeri ini memang sudah dilapisi kaca tebal untuk melindungi layar holografik di belakangnya.
Sejurus kemudian di permukaan kaca pelindung tersebut muncul panduan pertanyaan yang Julia maksudkan, namun aku hanya menyentuh lalu melakukan swipe untuk membuang tampilan tersebut.
“Julia,” ujarku, “dari mana mereka mendapatkanmu?”
Mendapat pertanyaan tersebut, Julia mengeluarkan jawaban singkat dan terdengar standar,
“Pertanyaan Anda di luar konteks, harap mengajukan pertanyaan sesuai konteks.”
Selalu seperti ini.
“Julia,” aku kembali mencoba. “Apa kau punya database memori sebelum tanggal 13 Januari 2029?”
Namun jawaban yang kudapat masih sama,
“Pertanyaan Anda di luar konteks, harap mengajukan pertanyaan sesuai konteks.”
Aku menunduk.
Tinggal satu kesempatan lagi–
Namun sebelum aku membuka mulut, seorang petugas keamanan menghampiriku.
“Maaf, Pak. Kami menerima sinyal adanya kemungkinan upaya peretasan. Sebelum itu terjadi, saya harap Bapak bersedia ikut secara baik-baik. Kita semua tentunya tidak ingin situasi menjadi makin buruk.”
Tanpa banyak bicara aku mengikuti petugas keamanan tersebut yang memanduku keluar dari galeri. Mencoba membantahnya sama saja mencari perkara karena aku bisa dituntut dengan tuduhan upaya peretasan sistem. Dan di masa ini hukuman untuk aksi peretasan sangat berat, bahkan izin profesiku sebagai pengembang aplikasi bisa dicabut.
Sebelum meninggalkan ruangan tersebut, aku sempat menengok ke arah Julia.
Julia, sosok holografik itu hanya memandangku sekilas kemudian menghilang.
Ya, Julia adalah sosok maya. Sosok holografik yang akan bertugas sesuai programnya.
Di sini, di Galeri Nasional, ia diprogram untuk menjadi pemandu.
Ia adalah satu dari dua belas sosok virtual yang bertugas selama sebulan penuh di Galeri Nasional sebelum akhirnya diganti dengan sosok lain.
Namun aku tahu pasti, Julia adalah nama baru yang diberikan padanya, pada sosok virtual hasil kerja kerasku selama bertahun-tahun.
***
Project Vira – begitu aku menyebutnya – adalah lompatan baru dalam interaksi antara manusia dengan karakter virtual. Meski masih berupa karakter holografik, Vira mampu mengenali lingkungan sekitar serta memiliki kemampuan mendengar dan berbicara.
Dengan kemampuannya, Vira membuat vocaloid buatan Jepang terlihat bodoh dan seperti mainan anak-anak.
Beberapa perusahaan teknologi terkemuka menghubungiku dan memberi penawaran untuk lisensi Vira, namun belum ada satu pun yang kujawab sebab aku mengembangkan Vira bukan untuk tujuan komersil.
Ada sekeping kenangan masa lalu dalam Project Vira.
Kenangan yang coba kukembalikan, setidaknya kucoba simpan.
Karena itu aku sangat terpukul sewaktu mendapati kenyataan hasil kerjaku yang disimpan di cloud server hilang tak berbekas. Itu merupakan pukulan terberat setelah beberapa menit sebelumnya aku melaporkan insiden perampasan terhadap komputer genggamku dan perusakan apartemen tempatku tinggal.
Project Vira-ku hilang tanpa bekas sedikitpun.
Hari itu tanggal 13 Januari 2029.
***
Bertahun-tahun kemudian aku mendengar kabar adanya perusahaan di satu negara Afrika yang berhasil mengembangkan karakter holografik interaktif bernama Vira.
Itu Vira-ku!
Aku berupaya mengklaim kepemilikanku atas Vira namun gagal karena sudah tak memiliki bukti apapun.
Berkali-kali aku mencoba, berkali-kali pula aku gagal.
Oleh perusahaan Afrika itu, Vira hadir dengan banyak nama dan modifikasi penampilan, tapi aku tahu pasti bahwa itu Vira-ku.
Yang kuminta sebenarnya hanyalah source code Project Vira, aku tak peduli dengan bisnis.
Vira adalah karakter holografik yang kubuat sebagai pengganti istriku.
Wajahnya, rambutnya, matanya, tubuhnya.
Semua merupakan upayaku untuk menghadirkan kembali wanita yang sangat kucintai, wanita yang harus kehilangan hidupnya dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang.
Sebelum insiden 13 Januari 2029 itu, aku sudah melapisi seluruh dinding apartemenku dengan layar holografik agar Vira bisa bergerak bebas di setiap sudut apartemen. Aku juga sudah menyiapkan barang-barang kesukaan istriku semasa hidup.
Vira,
Aku hanya ingin melihat senyummu dan mendengar suaramu.
-Jakarta, 28 Juli 2019-
Baca Juga Cerita Sains Fiksi Lainnya: Suatu Hari di Tahun 2034
Catatan:
- Jika tidak ada pohon, darimana oksigen berasal? Menurut Wikipedia; Di alam, oksigen bebas dihasilkan dari fotolisis air selama fotosintesis oksigenik. Ganggang hijau dan sianobakteri di lingkungan lautan menghasilkan sekitar 70% oksigen bebas yang dihasilkan di bumi, sedangkan sisanya dihasilkan oleh tumbuhan daratan.
- Oksigen secara industri dihasilkan dengan distilasi bertingkat udara cair, dengan munggunakan zeolit untuk memisahkan karbon dioksida dan nitrogen dari udara, ataupun elektrolisis air, dll.