Kerasukan, Pertanda Lemahnya Iman?

Kerasukan, Pertanda Lemahnya Iman? | Ryan Mintaraga
Kerasukan, Pertanda Lemahnya Iman? | Ryan Mintaraga
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp
Telegram

Daftar Isi

Lama baca: 4 menit

Beberapa waktu lalu saya ngobrol ngalor-ngidul tanpa arah dengan seorang rekan kerja. Pada akhirnya obrolan kami membahas fenomena atau kejadian yang dinamakan “kerasukan”.  Nah, rekan saya itu berpendapat bahwa kerasukan bisa terjadi salah satunya karena korban (orang yang terasuki) imannya lemah, tidak percaya pada kekuatan dan perlindungan Tuhan, takut pada jin, dan sebagainya.

Karena kerasukan dianggap sebagai akibat dari lemahnya iman, maka pendekatan maupun solusi yang ditawarkan adalah lebih rajin berdoa, beribadah, dan hal-hal semacam itu.

Oke, saya pribadi sebetulnya percaya nggak percaya pada fenomena kerasukan – apalagi kerasukan massal, tapi anggaplah kali ini saya percaya seratus persen.

Lantas, kita samakan persepsi dulu bahwa kerasukan dalam hal ini adalah kondisi ketika tubuh fisik seseorang dikuasai secara paksa oleh makhluk yang memang mempunyai kemampuan untuk itu (merasuk, menguasai), jadi bukan kerasukan secara sukarela seperti yang kita lihat dilakukan para cenayang baik di film maupun acara televisi.

Akibat Lemah Iman?

Alih-alih lemah iman, saya lebih percaya bahwa:

SESEORANG BISA KERASUKAN KARENA PIKIRANNYA KOSONG

Kapan pikiran kita kosong?

  1. Saat kita memikirkan suatu masalah menggunakan perasaan, bukannya otak.  Salah satu tanda kita memikirkan masalah menggunakan perasaan adalah timbulnya emosi, entah marah, sedih, kecewa, atau apapun.  Jika memikirkan masalah menggunakan otak, kita akan fokus pada penyebab dan solusi, bahkan nyaris tidak ada tempat untuk emosi.
  2. Saat kita terhanyut pada hal-hal yang menimbulkan emosi, misalnya lagu, film, atau buku.
  3. Saat pikiran kita dikosongkan oleh orang lain.

Dengan melihat kedua poin di atas lalu dikaitkan dengan pernyataan bahwa, “Perempuan menggunakan hati, sedangkan laki-laki menggunakan otak,” maka masuk akal ‘kan kenapa kebanyakan orang yang kerasukan adalah perempuan?  Apalagi bisa kesurupan massal.

Baca juga:  Deja Vu, Terjadi Karena Otak Menangkap Ingatan Orang Lain?
karena berpikir dan bertindak menggunakan hati/perasaan, masuk akal apabila perempuan lebih sering jadi korban kerasukan/kesurupan (republika)
karena berpikir dan bertindak menggunakan hati/perasaan, masuk akal apabila perempuan lebih sering jadi korban kerasukan/kesurupan (republika)

Sekali lagi, tulisan ini dibuat dengan asumsi saya percaya seratus persen adanya fenomena kerasukan/kesurupan.

Sekarang kita telaah program televisi yang berkaitan dengan kerasukan.

Jika kita perhatikan, seseorang mendadak kerasukan setelah dahinya (atau bagian tubuh lainnya) disentuh si paranormal dengan tujuan memanggil makhluk halus yang ada di sekitar situ. Nah, bagian menyentuh dahi itulah yang saya anggap sebagai proses pengosongan pikiran.

Tapi, menurut saya lagi, proses pengosongan pikiran itu hanya bisa terjadi apabila dari awal si orang itu memang sudah tunduk, percaya, atau menempatkan dirinya sebagai subordinat pada si paranormal. Jika orang itu tidak melakukannya, belum tentu pikirannya bisa dikosongkan.

Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa:

“Hal-hal gaib terjadi apabila kitanya percaya duluan.”

Saya pernah sedikit menyinggung hal tersebut di tulisan saya yang membahas tentang indera keenam, netter bisa membacanya di sini.

Intinya, kalau kita percaya di jalanan gelap ada setan ya maka itulah yang akan terjadi.  Kalau kita percaya makhluk halus bisa merasuki orang ya maka itu yang akan terjadi.  Kalau kita tidak percaya, belum tentu hal-hal itu akan terjadi.  Minimal, meskipun hal itu mungkin benar terjadi, kitanya tidak menganggap kejadian itu sebagai hal gaib.  Itu yang sering terjadi pada saya.

Tapi kembali lagi, anggap saja saya percaya hal gaib, dalam hal ini kerasukan.

Saya tegaskan lagi, kerasukan terjadi karena pikiran kita kosong atau sedang tidak fokus.

Karena itu menurut saya, orang yang sedang berpikir keras menyelesaikan soal matematika, misalnya, tidak akan mudah kerasukan dibanding orang yang saat itu sedang terhanyut oleh lagu atau film.

Kenapa Orang yang Pernah Kena Jadi Gampang Kena Lagi?

Ada dua dugaan saya kenapa orang yang pernah kerasukan next-nya gampang kerasukan lagi.

  1. Bawaan dasarnya, setting default-nya dia memang sering kosong pikirannya jadi gampang “kena”.
  2. Di benaknya sudah tertanam sugesti bahwa dia gampang kerasukan.  Dia sudah takut duluan, percaya duluan bahwa dia gampang “kena”.  Akibatnya malah beneran kejadian.
Baca juga:  Lucid Dreamer, Si Pengendali Mimpi

Bagaimana Cara Agar Tidak Mudah Kerasukan?

Ini menurut saya saja:

  1. Fokus, pusatkan pikiran, isi pikiran dengan banyak hal utamanya hal-hal yang memacu kita berpikir menggunakan otak bukan perasaan.
  2. Teruslah berpikir, jangan biarkan pikiran kosong, jangan biarkan pikiran dikuasai orang lain.
  3. Dalam sehari-hari utamakan sikap skeptis dan logis-rasional, jangan mudah mengambil kesimpulan bahwa suatu hal terjadi karena hal gaib.
  4. Jika sedang ada masalah, fokuskan pikiran pada solusinya, jangan memikirkan masalahnya.

Terakhir, kita mungkin sering mendengar saran dari orang-orang tua, “Baca-baca (berdoa) kalau lewat sini (tempat yang ada penunggunya),” sebenarnya itu merupakan salah satu upaya pemusatan pikiran agar kita fokus – terlepas dari apa yang kita baca/sebut.  Tidak harus berdoa, kita mungkin bisa memikirkan rumus-rumus matematika ketika melewati tempat-tempat tersebut.

Begitu kira-kira.  Mohon maaf dan maklumnya apabila ada pemikiran yang tidak berkenan.

Referensi & Tautan Luar:

  1. Penelitian Mengungkap Bahwa Perempuan Lebih Emosional Daripada Lelaki, National Geographic
  2. Kerasukan, Wikipedia
Sumber gambar: Envato

Dipublish pertama kali di blog.ryanmintaraga.com.  Copasing diperbolehkan dengan mencantumkan lengkap alamat URL di atas atau dengan tidak menghapus/mengubah amaran ini.  Disclaimer selengkapnya.

Bagikan Jika Artikel Ini Bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
WhatsApp
Telegram

Tinggalkan komentar