Lama baca: 3 menit
Penggunaan MSG (Monosodium Glutamat) alias vetsin alias micin sampai saat ini sepertinya masih jadi perdebatan, khususnya di lingkup rumah tangga. Ada yang setuju penggunaan penyedap rasa itu pada makanan, tak sedikit pula yang menolak. Menurut kelompok yang menolak, argumen yang sering diutarakan adalah, “Micin bisa bikin bodoh dan bikin kanker.”
Saya pun penasaran.
Masa kecil dan remaja saya sudah akrab dengan penggunaan penyedap rasa, bahkan mungkin dalam takaran yang ‘nggak kira-kira’.
Saya dulu pemasak di rumah tangga. Saat masak, ayah sering mengatakan dengan tegas,
“Vitsinnya nggak usah sedikit-sedikit, brek (tumpahin) aja semuanya.”
Alhasil vetsin sachet kecil ukuran 5gr (kalau tidak salah ingat) jadi unsur wajib di setiap masakan.
Lalu apakah dengan penggunaan vetsin itu saya jadi bodoh? Sila ditanyakan saja ke orang-orang yang mengenal saya hehe…
Vetsin Menyebabkan Kebodohan dan Kerusakan Syaraf?
“Itu hanya mitos,” tegas dr. Donny M. Shalahuddin seorang praktisi medis sekaligus pendiri World White Foundation & Jakarta Exclusive Club.
Pernyataan di atas saya temukan dari sebuah artikel di sebuah situs. Artikel tersebut juga memuat video pak dokter yang dengan tegas mengatakan hal tersebut.
Masih menurut dr. Donny, mitos tersebut bermula tahun 1968 tatkala dr. Robert Ho Man Kwok asal Inggris menulis jurnal yang menyatakan bahwa ia merasakan gejala antara lain:
- Kepala pening seperti tertarik
- Kesemutan
- Rasa tidak nyaman
Dokter Kwok menyebut bahwa gejala tersebut ia rasakan setelah makan di sebuah restoran China. Karena itulah, kumpulan gejala tersebut di kemudian hari dinamakan ‘Chinese Restaurant Syndrome’.

“Dan ternyata tidak semua orang mengalami hal yang sama,” tegas dr. Donny lagi. “Chinese Restaurant Syndrome adalah reaksi sensitivitas orang-orang tertentu terhadap zat-zat tertentu, sama seperti sebagian orang yang alergi susu akan mengalami diare, atau yang alergi udang akan mengalami gatal-gatal. Bagi yang tidak alergi, tidak akan mengalami reaksi itu.”
Alergi? Wah.
Kenapa Bisa Terjadi Alergi MSG?
“Glutamat yang menyebabkan reaksi alergi itu,” jelas dr. Donny seraya menjelaskan bahwa bahan penyusun MSG hanya tiga yaitu Monosodium, Glutamat, dan air.
Monosodium dalam MSG hanya berfungsi mengikat glutamat sehingga berbentuk serbuk, sama seperti fungsi natrium yang membuat garam berbentuk serbuk (butiran).
Adapun glutamat adalah asam amino pembentuk protein yang justru sangat diperlukan tubuh setiap hari untuk menyusun sel baru, mengatur cairan di tubuh, dan lain-lain. Beberapa bahan makanan seperti keju, susu, gandum, tebu, lobak, dan ikan diketahui mengandung banyak glutamat. MSG yang beredar di pasaran umumnya berasal dari tumbuhan seperti ekstrak tebu, gandum, atau lobak.
“Karena itu orang-orang yang alergi MSG juga akan mengalami reaksi yang sama begitu mengkonsumsi bahan-bahan makanan tadi,” terang dr. Donny.
Orang Eropa Lebih Sensitif Micin Dibanding Orang Asia
Masih menurut dr. Donny, orang-orang Eropa lebih sensitif terhadap MSG (atau lebih tepatnya glutamat) dibanding orang Asia karena orang-orang Asia sejak kecil sudah akrab dengan bumbu masakan yang mengandung glutamat seperti kecap. Di situs lain saya menemukan bahwa terasi dan tomat termasuk bahan makanan yang mengandung glutamat.
“Karena itu orang Asia cenderung lebih toleran (tidak sensitif) terhadap glutamat, beda dengan orang Eropa,” pungkas dr. Donny.
Terakhir, dr. Donny menjelaskan bahwa tubuh mampu membuang kelebihan glutamat melalui urine.
MSG Dalam Makanan, Ya atau Tidak?
Seorang teman pernah nyeletuk soal penggunaan MSG ini.
“Liat orang Jepang aja. Selama mereka masih pake micin dan pinter, gua nggak percaya omongan yang bilang micin itu bikin bodoh dan sebagainya.”
Iya juga, sih.
Vetsin pertama kali muncul dan diproduksi di Jepang sekitar tahun 1907, ditemukan sebagai rasa kelima setelah manis, asam, pedas, dan pahit. Rasa kelima itu dinamakan ‘umami’ yang artinya kurang-lebih ‘gurih’. Kabarnya ada filosofi soal umami yang kurang-lebih seperti ini:
“Rasa gurih pada makanan akan memperbaiki mood. Mood yang baik akan membawa produktivitas yang baik.”
Saya sendiri tak menolak disebut ‘generasi micin’ karena faktanya saya akrab dengan MSG, apalagi saya tahu bahwa saya juga nggak bodoh, ehem. Namun untuk penggunaan sehari-hari, saya percayakan saja pada nyonya yang termasuk kelompok penolak micin, toh masakannya enak.
Akhirnya, semoga ada yang bisa diambil dari tulisan saya siang ini. Selamat menikmati sisa hari Minggu, selamat beraktivitas di rumah, dan tetap sehat semuanya.
Referensi & Tautan Luar:
- History of Safety Evaluation and Regulatory Status of Monosodium Glutamate (MSG), slideplayer
- Glutamat Tak Hanya Ada dalam MSG, okezone
3 pemikiran pada “Disebut ‘Bikin Bodoh’, MSG dalam Makanan: Ya atau Tidak?”
Saya terkagum membaca artikel ini karena setelah membaca artikel ini pikiran saya menjadi terbuka. Saya sadar, selama ini saya terlalu tertutup dengan hal-hal yang baru dan merasa sudah tahu. Hal ini berimbas kepada saya yakni saya menjadi orang yang Sok Tahu
you are really a excellent webmaster. The website loading pace is amazing.
It kind of feels that you are doing any distinctive trick.
Furthermore, The contents are masterwork. you’ve performed a magnificent process on this matter!
When I initially commented I clicked the “Notify me when new comments are added” checkbox and now each time a comment is added I get four emails with the same comment.
Is there any way you can remove people from that service?
Thanks a lot!